Pembentukan Budaya Nasionalisme di Era Global
Hingga saat ini, semakin banyak masyarakat Indonesia yang mencintai budaya asing, baik dari kalangan anak-anak, remaja, dewasa, bahkan orang tua. Hal ini semata-mata disebabkan oleh perkembangan budaya luar yang semakin ter-update sesuai masa dan perkembangan jaman, maka dari itulah banyak masyarakat kita yang tergila-gila akan seni/budaya luar. Rasa Nasionalisme yang semakin berkurang ini sebenarnya dapat diperbaiki apabila instansi yang terkait, desainer dan masyarakat menumbuhkan rasa mampu berkompetisi dan percaya diri terhadap budaya lokal. Sebab jika rasa itu telah tumbuh, maka orang terkait pun akan senantiasa mengangkat budaya lokal sebagai patokan dalam gaya hidup dan desain.
Di masa kini, dimana tidak ada lagi pejuang yang rela berkorban demi martabat dan harga diri bangsa secara tulus tanpa pamrih, menyebabkan punahnya budaya lokal yang bervariatif tersebut. Dalam aspek desain budaya, pembentukan Nasionalisme Bangsa sebenarnya dapat dilakukan dengan cara menaikkan pamor desain budaya lokal di kalangan masyarakat. Cara yang dapat digunakan pun sewajarnya, sesuai dengan teknik menaikkan pamor yang berlaku di Negara lain, yaitu dengan cara terus memperbarui desain budaya lokal tanpa menghilangkan unsur budaya/Nasionalismenya, karena desain budaya lokal akan naik ratingnya apabila ia selalu eksis di mata masyarakat.
Sebenarnya sangat banyak cara yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan, membentuk, dan melestarikan budaya bangsa di kalangan masyarakat. Intinya adalah hanya dengan mengembangkan budaya. Budaya yang kaku, budaya yang tidak diperbarui, adalh milik Indonesia. Secara logika, bagaimana budaya akan melekat sebagai rasa Nasionalisme apabila teknik penyampaiannya sama dengan teknik penyampaian pada saat ia populer? Sebagai contoh : film kartun cerita rakyat bawang merah dan bawang putih adalah film kartun rakyat yang populer pada tahun 80-an, dan memiliki rating yang baik. Akan kah visualisasi yang digunakan pada saat itu dapat berhasil mendapat rating yang baik pada tahun 2011? Tentu saja tidak. Karena minat dan mode yang semakin berevolusi di kalangan masyarakat. Secara kasar dapat dikatakan bahwa visualisasi tersebut ketinggalan jaman atau kadaluarsa. “Kinilah saatnya mengenali bagaimana kebudayaan Indonesia melalui satuan-satuan kecil. Hasil evolusi itu adalah bukti makin tak terhindarinya pengaruh mondinal kebudayaan barat. Kebudayaan kita ibarat hutan tropic : kita tidak dapat mengenalnya dengan hanya melintas di atasnya menggunakan pesawat terbang. Kita hanya bisa melihat kekayaan dan kekuatan spesies-spesiesnya dengan cara masuk ke dalam”. (Nirwan Dewanto, seorang budayawan, dalam pidato Kongres Kebudayaan II pada tahun 1991).
Seperti yang kita ketahui, contoh desain budaya kita lainnya yang tidak berkembang penerapannya adalah film kartun cerita rakyat, cerita daerah, cerita tokoh yang menjadi cirri khas kita (seperti unyil, pak raden), dll. Seharusnya, para desainer memikirkan bagaimana cara yang dapat digunakan agar masyarakat mencintai budaya nasional, seperti memperbarui film kartun tersebut sesuai dengan masa yang sedang berjalan tanpa mengurangi unsur nasional, membuat kartun dari film-film nasional sesuai konsep dan alur masa kini, menerapkan pengaplikasian desain budaya pada media publikasi (seperti melakukan pembaruan elemen visual untuk batik, wayang, dsb, yang nanti diaplikasikan pada media publikasi), dll, yang secara umum akan dipublikasikan di media publikasi missal seperti media cetak missal, televisi, internet, dll. Itu adalah salah satu cara untuk menanamkan rasa kecintaan akan budaya Nasional. Secara khusus dapat ditindaklanjuti dengan cara pengaplikasian elemen visual desain budaya Nasional pada penerapannya dalam sebuah institusi, korporat, dll, yang dapat berupa pengaplikasian dalam corporate identity, media publikasi promosi, dll. Secara aspek kekeluargaan dapat dilakukan dengan cara menanamkan pola pikir Nasionalisme kepada keturunan, memberikan doktrin Nasionalisme melalui gambaran maupun media (cetak/digital), dll, sehingga sejak dari kecilpun keturunan yang kita miliki akan mencintai budaya bangsa Indonesia ini. ”culture is the ensemble of social processes by which meanings are produced, circulated, and exchanged.” (Thwaites). Artinya adalah budaya adalah rangkaian proses sosial dimana makna diproduksi, diedarkan, dan ditukar.
Komentar
Posting Komentar