Budaya Dalam Bidang Arsitektur



Setelah membahas tentang “Pembentukan Budaya Nasionalisme di Era Global” dan “Pentingnya Desain dan Penyadaran Aspek Budaya” yang sedikit banyak menyinggung mengenai desain yang bersifat dwi matra, sekarang akan saya lanjutkan dengan menyinggung desain tri matra, dalam kasus ini saya mengangkat tentang arsitektur pada penerapannya di masyarakat Indonesia.
Indonesia mendapat pengakuan dunia dari UNESCO sebagai world cultural heritage atau warisan budaya dunia melalui peninggalan arkeologis seperti candi-candi, khususnya Candi Borobudur dan Prambanan.
Pertumbuhan pembangunan yang semakin meningkat di Indonesia ini akan lebih menuntut pendekatan arsitektural yang lebih terkoordinasi, antisipatif, pengawasan yang lebih efektif, dan menuntut kemampuan kelembagaan yang lebih beroperasional efektif, tentu saja dengan penerapan peraturan yang lebih tegas. Semakin tahun yang kita dapat lihat bersama, perkembangan dalam bidang arsitektur cenderung selalu mengarah kepada modernisasi, bahkan pemilik dana tidak segan-segan mendatangkan arsitektur dari luar negeri untuk membuat desain bangunannya. Permasalahan seperti mengesankan ada rasa dendam terhadap budaya Indonesia, serasa budaya Indonesia memiliki kesalahan yang sangat fatal sehingga dijauhkan dari segala macam aspek desain.
Indonesia dalam kenyataannya memiliki sangat banyak budaya dalam bidang arsitektur. Sangat disayangkan apabila semua itu perlahan menuju kepunahan. Seperti pada desain dwi matra, unsur budaya tersebut harus diperbarui sesuai dengan jaman agar dapat terus bersaing dengan budaya lain yang masuk ke Negara kita.
Harusnya dalam arsitektural, para arsitek menggunakan aliran deterministic melawan stokastik, yaitu aliran yang mengharuskan bentuk mengikuti budaya. Aliran ini pertama kali dicetuskan oleh Prof. Skolimowski, 1976).
Aliran ini juga digunakan dalam pembangunan gedung parlemen di Jepang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MEMBANGUN INDONESIA MERDEKA

KEMERDEKAAN DIMULAI DARI KEBIASAAN